
Kisah Tentang Tingkat Kecerdasan
Kita semua terlahir dengan membawa “perangkat untuk berpikir” yang seluruhnya berada pada satu kemasan dalam lindungan tengkorak. Hanya saja, perkembangannya tidak seperti yang kita inginkan, perangkat-perangkat ini tentu tidak akan terus berada dalam kondisi seperti ketika pertama kali kita mendapatkannya.
Memang benar, faktor keturunan sangat penting dalam hal pembentukan “bangunan” otak. Hanya saja, bagaimana ia digunakan oleh pemiliknya itulah yang akan menentukan apakah pemiliki otak itu akan menjadi pandai ataukah orang bodoh.
Untuk sekian lama para ilmuan berpendapat bahwa kecerdasan masih terkait erat dengan faktor keturunan. Sebab, sepasang saudara kembar selalu identik memiliki tingkat kecerdasan yang sama, meskipun mereka berdua dipisahkan sejak dilahirkan.
Akan tetapi, pada tahun 1987 beberapa studi yang dilakukan mulai mengangkat isu “manusia yang berkembang”. Beberapa penelitian itu membuktikan bahwa nilai yang dihasilkan dari berbagai macam tes kecerdasan ternyata selalu meningkat secara berkesinambungan dan telah terekomendasi sejak lima puluh tahun terakhir. Fakta itu serta-merta meruntuhkan anggapan bahwa keturunan merupakan satu-satunya faktor penentu bagi tingkat kecerdasan seseorang.
Dari sisi lain, ternyata keluarga para pemilik kecerdasan yang luar biasa atau para pemilik kelebihan dalam bentuk lainnya tidak melahirkan anak-anak yang sama seperti mereka. Jadi, sifat seperti apa pada orang tua yang menjadi tidak penting bagi keturunannya? Hal inilah yang kita sebut sebagai penurunan tingkat kecerdasan rata-rata.
Untuk memadukan beberapa hipotesa ini, para ilmuan membuat contoh matematis yang dapat menunjukkan bahwa gen dan lingkungan sama-sama memiliki pengaruh terhadap kecerdasan seseorang. Seorang anak yang dilahirkan dari orang tua yang terpelajar, akan tumbuh dalam sebuah lingkungan tertentu yang akan memberi pengaruh terhadap pertumbuhan kecerdasannya.
Adanya kolerasi seperti ini tentu akan membuat anak tersebut menjadi seorang yang terpelajar juga. Dan demikianlah seterusnya, sehingga kita dengan mudah menemukan satu keluarga yang terdiri dari orang-orang dengan berprofesi yang sama, seperti menjadi dokter, penulis, atau bahkan pembalap.
Seorang peneliti yang bernama William Dickness telah menyimpulkan masalah ini dengan baik. Berikut pernyataannya :
“Sumber kecerdasan sebenarnya tidak dapat diklasifikasikan. Sebab, kita dapat berkata bahwa sekian persen dari kecerdasan berasal dari faktor gen, sementara sekian persen lainnya berasal dari faktor lingkungan. Seorang anak yang berbadan tinggi disebabkan faktor keturunan tentu takkan pernah bisa menjadi seorang pemain basket yang handal selama dia tidak pernah menyentuh bola basket sama sekali.” (William Dickness, dalam buku “Penelitian Jiwa”).
Apakah Kecerdasan Itu?
Siapapun akan dianggap sebagai orang yang benar-benar pandai jika dapat menjawab pertanyaan di atas. Tapi ada sebuah definisi yang agaknya dapat mendekati kebenaran : posisi kecerdasan bagi otak bagaikan tenaga bagi tubuh. Beberapa anak yang terlahir lebih kuat atau lebih cerdas dari anak-anak lainnya, tentu lebih dapat mengembangkan kemampuan mereka.
Hanya saja, pemahaman seperti di atas ternyata tetap bersifat absurd dan relatif. Oleh sebab itu, sebagai ganti dari pendefinisian itu, kita berpegang pada tingkat ketajamannya.
Dengan menggunakan tes kecerdasan Facteur G yang telah dikenal luas atau tes IQ, kita dapat mengukur apa yang dianggap sebagai bagian terbesar dari kecerdasan. Tentunya, kecerdasan yang sedang kita bicarakan ini bersifat umum bukan kecerdasan yang bersifat khusus (semisal kecerdasan dalam olahraga, keterampilan, dan sebagainya). Kita harus berkonsentrasi pada gambaran yang telah kami kemukakan sebelumnya : gambaran kekuatan tubuh. Kita dapat menyatakan bahwa rangkaian tes ini serupa dengan kelebihan biologis yang terdapat pada otot-otot tubuh dan kekuatannya yang tersembunyi.
Akan tetapi, semua bentuk tes tentu memiliki batasan. Salah satu tes kecerdasan paling masyhur adalah tes IQ yang terdiri dari 10 kali uji (5 tes lisan dan 5 tes nonlisan). Rata-rata skor kecerdasan tingkat menengah yang berhasil dicapai oleh 50% umat manusia antara 90 hingga 110; 3% umat manusia memiliki tingkat kecerdasan kurang dari 70. Kedua kelompok terakhir ini tidak bisa berubah nilainya.
Yang menarik perhatian, orang-orang yang memiliki IQ 80 hingga 120, ternyata tingkat kecerdasannya tarus berubah seiring dengan perubahan usia, tekanan jiwa, kondisi fisik, dan tentu saja lingkungan tempat tingggal mereka.
Kini, kecurigaan kepada berbagai aspek yang berefek negatif terhadap tingkat kecerdasan. Akan tetapi semua aspek itu tidak menyebabkan berkurangnya tingkat kecerdasan seseorang. Contohnya, kondisi kesehatan yang buruk (yang paling dominan adalah demam), kasus kembar (5 poin), kasus ‘skizofrenia’ (13 poin), depresi, dan berbagai macam penyakit kejiwaan lainnya. Beberapa elemen terakhir ini telah menunjukkan adanya hubungan erat antara kesehatan otak dan kecerdasan.
0 Response to "Kisah Tentang Tingkat Kecerdasan"
Post a Comment