Kesehatan Jiwa Syarat Mengajar Bagi Pendidik
Kondisi pikiran menentukan situasi jiwa. Sebetulnya, pekerjaan otak dan pikiran juga merupakan aktivitas jiwa. Menyayangi, mencintai, dan membenci, misalnya, dilakukan oleh pikiran dengan mengaktifkan suasana hati atau perasaan.
Maka untuk mendapat kesehatan jiwa, Mustafa Fahmi dalam bukunya yang berjudul Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat mengatakan bahwa kita harus dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan, baik lingkungan alam maupun sosial. Di samping itu, kita harus dapat mengendalikan diri.
Maka dalam hal ini kita perlu banyak belajar dalam rangka memeperluas pengetahuan dan wawasan. Memperoleh pengetahuan dapat dilakukan melalui buku-buku yang dewasa ini sangat mudah diperoleh.
Dalam hidup ini kita memiliki banyak kebutuhan, tak terkecuali yang bersifat psikis. Jiwa kita akan sehat jika kebutuhan psikisosial kita, seperti kasih sayang, kesuksesan, kebebasan, dan kekeluargaan, terpenuhi.
Kita dapat menemukan banyak anak yang lincah dan ceria. Dapat dipastikan, kasih sayang yang mereka terima dari orang tua dan anggota keluargalah yang membuat suasana jiwa mereka menjadi riang gembira.
Jauh berbeda dengan anak-anak yang tinggal di panti-panti asuhan dan anak-anak dari Keluarga yang berantakan. Mereka sering hidup gelisah dan banyak bersedih dengan tatapan mata kosong. Sebetulnya, yang mereka harapkan hanya satu, yaitu kasih sayang.
Untuk mendapatkan generasi-generasi yang sehat jiwanya, maka kebutuhan-kebutuhan psikososial tersebut seharusnya sudah diberikan kepada anak-anak ketika masih bayi. Begitu pula terhadap anak-anak didik di sekolah, ibu dan bapak guru harus mengenal kebutuhan-kebutuhan ini kemudian memberikannya kepada mereka.
Setelah itu, kita harus ingat bahwa kebutuhan-kebutuhan psikososial ini akan bertambah seiring dengan meningkatnya usia individu.
Satu hal yang perlu kita ketahui adalah bahwa jika suasana lingkungan dan sosial tidak memungkinkan terpenuhinya kebutuhan tersebut, seseorang akan berusaha mencari jalan sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Mungkin saja jalan yang mereka tempuh tidak wajar, karena ketidaktahuan atau kesengajaan.
Kita sering melihat banyak pemuda ngebut di jalanan. Aksi berbahaya itu nekat dilakukan mungkin disebabkan oleh adanya keinginan untuk dianggap hebat. Barangkali, di rumah ia kurang memperoleh kasih sayang, karena orang tua sibuk dengan urusan pribadi.
Bila seseorang memiliki karakter lincah, ia akan memperoleh kemudahan dalam bergaul. Namun, harus diingat bahwa penting mempertahankan kepribadian masing-masing. Sebab, orang seperti inilah orang yang memiliki kepribadian utuh dan teguh.
Sebaliknya, ada pula orang yang gampang mengikuti kepribadian orang lain. Tentu saja ini kurang baik. Sebab, hal itu pertanda bahwa ia tak teguh pendirian, sehingga mudah dijerumuskan oleh orang lain. Orang yang tidak punya kepribadian kukuh, misalnya, dia akan memperoleh masalah apabila pulang kampung. Sebab, tingkah lakunya tentu tampak berbeda dari keadaan semula, lebih pada konteks negatif sehingga orang-orang seakan-akan tak lagi mengenalnya.
Untuk itu, kita harus bersikap wajar-wajar saja. Sebab, tidak diragukan lagi bahwa orang yang wajar dalam kehidupannya, maka dalam bermasyarakat ia tampak lebih tenang dan jarang menjumpai persoalan sosial yang berat.
Ketenangan jiwa ini biasanya dirasakan oleh pemimpin dalam hubungan sosial, pemuka agama, dan profesi lainnya yang berkaitan dengan hubungan sosial. Tingkat pengenalan mereka terhadap lingkunganlah yang menyebabkan mereka mampu bersikap demikian.
Ketenangan dan kesehatan jiwa bukan kita peroleh dari kejeniusan. Sebab, kejeniusan tidak menjamin kehidupan jiwa dan kehidupan sosial kita menjadi sehat. Karena itulah, kesehatan jiwa merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh para guru di sekolah agar mampu mengajar dengan lebih mantap.
Baca juga : Mengenal Pengelompokan Ilmu
0 Response to "Kesehatan Jiwa Syarat Mengajar Bagi Pendidik"
Post a Comment